SuaraNetizen.com ~ Pemerintah menanggapi dingin pernyataan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengenai kelompok bersenjata pimpinan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, yang masuk dalam daftar Specially Designated Global Terrorists (SDGT).
Bahkan imbauan pemerintah AS terhadap warganya untuk berhubungan dengan orang-orang dalam daftar itu, serta memberikan mandat bagi aparat untuk melakukan tindakan hukum dirasa aneh oleh Indonesia.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan tak menggubris pernyataan AS perihal kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah. Luhut menegaskan, TNI dan Polri bisa memburu Santoso tanpa bantuan negara lain.
"Ngapain Amerika masuk? Kita bisa sendiri kok. Sekarang kita lagi cari, bagus," kata Luhut.
Luhut mengakui melumpuhkan kelompok Santoso tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Apalagi peperangan dengan Kelompok Santoso dilakukan secara gerilya. Bahkan, Luhut meyakini, tentara Amerika pun tidak serta merta bisa melumpuhkan gerilyawan dalam waktu singkat.
"Perang gerilya tuh enggak kayak matematika. Seluruh dunia operasi antigerilya itu enam bulan selesai? Enggak ada. Amerika secanggih apa, siapa juga enggak bisa cepet selesai. Israel canggih enggak selesai juga. Inggris tuh lihat enggak selesai juga," kata Luhut.
Pernyataan Menko Luhut bukan sembarangan. Sebab, Indonesia sendiri tercatat memiliki pasukan elite terbaik yang diakui dunia.
Discovery Channel Military pernah mencatat, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dari TNI Angkatan Darat, merupakan salah satu pasukan khusus terbaik di dunia (Top Elite Special Forces In The World).
Kopassus menempati urutan ketiga pasukan elite terbaik dunia. Dua tingkat di bawah pasukan komando Special Air Services (SAS) dari Inggris, serta (HaMossad leModiin uleTafkidim Meyuchadim) Mossad dari Israel.
Kopassus masuk dalam pasukan khusus terbaik di dunia karena dianggap memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror. Bahkan, kemampuan satu orang Kopassus disebut-sebut setara dengan 8 orang TNI.
Oleh karena itulah, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa mengatakan, perburuan terhadap kelompok Santoso seharusnya melalui operasi gabungan dengan melibatkan pasukan khusus TNI, bukan hanya mengandalkan Densus 88 semata. Menurut dia, hal itu seharusnya dilakukan sejak awal oleh Pemerintah.
"Kenapa Kopassus enggak dilibatkan dari dulu, kesannya kan seperti dipelihara," kata Desmond, kemarin.
Santoso alias Abu Wardah diyakini bersembunyi di hutan Sulawesi. Dia merupakan pemimpin dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kelompok MIT juga masuk dalam daftar Teroris Global versi AS.
Ahli terorisme mengatakan, MIT adalah kelompok teror turunan dari Jamaah Islamiyah (JI), cabang Al Qaidah di Asia Tenggara yang menjadi dalang Teror Bom Bali pada 2002 dan 2005. Santoso menyatakan berbaiat kepada ISIS dalam sebuah rekaman suara yang dirilis MIT pada Juli 2014.
MIT diduga beranggota 30 orang, termasuk tiga perempuan yang dilaporkan bergabung pada 2012 setelah suami mereka terbunuh di Poso akibat konflik sektarian. Untuk memburu kelompok ini, TNI dan Polri membentuk Satgas operasi Tinombala. Namun hingga kini keberadaan Santoso masih misteri. ©merdeka