SuaraNetizen.com ~ Hubungan Indonesia dan China yang selama ini hangat mendapat batu sandungan. Ulah sejumlah coast guard China menjadi pemicunya.
Kejadian bermula ketika Petugas Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, akan menahan KM Kway Fey 10078 berbendera China di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia, pada Sabtu, 19 Maret 2016. Posisi Kapal Ikan Asing (KIA) milik China itu berada di wilayah perairan Indonesia.
Tiba-tiba satu kapal coast guard China mengejar Kapal Pengawas (KP) Hiu 11 milik Indonesia dan kapal tangkapan KM Kway Fey 10078 China, dengan kecepatan 25 knots. Ketika mendekat, kapal coast guard China menabrak kapal tangkapan. Akibatnya kapal tangkapan rusak, petugas pun meninggalkan kapal tangkapan tersebut demi keselamatan.
Insiden ini membuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak terima. "Ditabrak sama mereka (coast guard China), mungkin agar tidak ditenggelamkan. Perkiraan kami seperti itu," ujar Susi di rumah dinas Menteri KKP, Jalan Widya Chandra V Nomor 26, Jakarta Selatan, Minggu 20 Maret 2016.
Susi tak tahu pasti mengapa coast guard China melakukan itu. "Alasannya mungkin Pemerintah Tiongkok tak berkenan, katanya menduga. Akibat aksi itu, meski berhasil menahan delapan ABK KM Kway Fey, namun kapal tersebut terpaksa ditinggalkan demi keselamatan.
Menteri Susi: Kita Merasa Disabotase Tiongkok
"Jadi kejadian menabraknya itu pas mau dibawa ke Natuna. Pas masuk wilayah teritorial Indonesia ditabrak sama mereka. Kapal dilepaskan demi mengindari korban, karena mereka bersenjata. Mereka masuk ke Indonesia tanpa ijin. Ke wilayah teritorial kita," kata Susi
Susi menegaskan, hal tersebut harusnya tak boleh dilakukan. Sebab, kata dia, pemerintah suatu negara tak boleh berdiri di belakang tindakan illegal fishing, yang merugikan negara lain.
"Ini mestinya tak boleh, pemerintah tak boleh berdiri di belakang illegal fishing. Kita hormati Tiongkok, tapi harusnya Tiongkok hormati Indonesia," ujar Susi, tegas.
China Klaim Sebagian Laut Natuna
Menurut Susi, berdasarkan laporan TNI Angkatan Laut dan petugas pengawas kementeriannya, selama ini banyak kapal China yang lalu lalang menangkap ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, yang dianggap China masuk ke dalam teritorialnya atau nine-dashed line.
"Laporan TNI AL dan pengawas, di sana banyak kapal ikan China dan coast guard China di wilayah nine-dashed line," ujar Susi.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri China, dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Reuters, 20 Maret 2016 membantah protes Indonesia. Mereka mengatakan pukat itu melakukan hal yang normal di lahan perikanan tradisional China.
"Pada 19 Maret, setelah pukat itu diserang dan dilecehkan oleh sebuah kapal bersenjata Indonesia, sebuah kapal Cina Coast Guard pergi untuk membantu," katanya seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Pihak Cina segera menuntut pihak Indonesia agar melepaskan nelayan Cina yang ditahan dan menjamin keselamatan pribadi mereka," tambah kementerian itu. China juga berharap Indonesia dapat tepat menangani masalah ini.
China mengklaim petak-petak Laut Cina Selatan yang juga diklaim oleh beberapa negara Asia Tenggara. Indonesia bukan termasuk negara yang menuntut soal Laut Cina Selatan yang disengketakan, tetapi Indonesia menyatakan keprihatinan atas klaim China yang mengatakan, Kepulauan Natuna yang kaya sumber daya alam sebagai bagian dari Nine Dashed-line.
Indonesia bukan penuntut di Laut Cina Selatan yang disengketakan, tetapi telah menyuarakan keprihatinan atas klaim China yang mengatakan, Kepulauan Natuna yang kaya sumber daya alam sebagai bagian dari Nine Dashed-line.
Nine-dashed line adalah garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan pemerintah Republik Rakyat China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.
Zona Ekonomi Eksklusif perairan Indonesia di Natuna tampaknya berbenturan dengan klaim dari China, yang menganggap itu masih bagian dari wilayahnya di Laut China Selatan. Klaim seperti itu selama ini juga membenturkan China dengan negara-negara lain, seperti Vietnam dan Filipina.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia memang melakukan perang besar-besaran pada para pelaku illegal fishing. Sejak Oktober 2014, sudah 151 kapal sudah ditenggelamkan oleh Menteri KP Susi Pujiastuti.
50 kapal ikan berasal dari Vietnam, 43 kapal ikan berasal dari Filipina, 21 kapal ikan berasal dari Thailand, 20 Kapal ikan berasal dari Malasyia, 2 kapal ikan dari Papua Nugini, 1 kapal ikan dari Tiongkok, dan 14 kapal sisanya adalah Kapal Indonesia.
Susi tegas pada keinginannya untuk memberantas illegal fishing dan mengembalikan kekayaan laut Indonesia. Itu sebabnya, jajaran Kementerian KP selalu bersikap tegas pada setiap kapal asing yang masuk wilayah perairan Indonesia, seperti yang ia lakukan pada KM Kway Fey.
Protes Keras Kemlu
Sadar tak bisa bekerja sendirian menghadapi akal-akalan China, Menteri KP meminta Kemlu untuk mengajukan protes resmi. "Kementerian Luar Negeri akan kami minta menyampaikan protes keras secara diplomatik atas sikap arogansi coast guard China," kata Susi di Jakarta.
Dalam pertemuannya dengan Sun Weide, Senin, 21 Maret 2016, Menlu Marsudi menyampaikan protes terkait pelanggaran oleh coast guard Tiongkok terhadap hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut kontingen.
Selain itu, Menlu juga menyampaikan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pengawas perairan Tiongkok terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Indonesia, dan pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.
"Kami telah meminta klarifikasi kepada pemerintah Tiongkok terhadap kejadian ini. Kami juga mengharapkan adanya hubungan bernegara yang baik serta prinsip hukum internasional yang harus dihormati oleh pihak Tiongkok," kata Menlu Marsudi, dalam keterangan persnya di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Senin, 21 Maret 2016.
Soal perebutan wilayah di Laut Natuna Menlu juga membantah dengan tegas. "Saya juga ingin menekankan bahwa Indonesia bukan merupakan negara claimant state di dalam Laut Tiongkok Selatan," katanya.
Menteri Susi: Kita Merasa Disabotase Tiongkok
Sementara, terkait dengan Anak Buah Kapal (ABK) kapal Tiongkok yang ditangkap, Menlu Retno menegaskan, bahwa delapan ABK itu tetap akan diproses secara hukum.
"Tentunya hukum Indonesia akan berlaku, kita akan lakukan proses hukum," tegas Retno.
Insiden dan protes pemerintah ini, juga sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo. Retno mengatakan, protes ini karena untuk menjaga hubungan baik dengan negara pimpinan Presiden Xi Jinping itu.
"Memang kita dengan Tiongkok memiliki hubungan yang baik, kita mencoba agar hubungan baik itu sekaligus dapat digunakan untuk menghormati hukum-hukum internasional, sekali lagi, termasuk hukum Unclos 1982," jelasnya.
Tak cukup sampai disitu, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Arie Henrycus Sembiring mengatakan akan menambah jumlah armada keamanan di sekitar perairan Natuna. Selain itu, frekuensi patroli juga akan diperbanyak.
"kita akan lakukan penambahan armada, dan frekuensi patroli, ini juga akan berintegrasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla)" ujar Arie di Gedung KKP, Jakarta, Senin 21 Maret 2016.
Menurut Arie, penambahan armada tidak hanya dilakukan dari segi jumlah, tapi juga bobot kapal. Jika biasanya hanya sekelas kapal patroli, TNI AL akan segera mengerahkan kapal perang atau KRI, untuk menjaga wilayah Natuna.
Meski memiliki hubungan baik dengan China, namun pemerintah Indonesia memilih untuk tetap tegas menjaga kedaulatan wilayahnya. Insiden yang dilakukan oleh coast guard China tak dibiarkan berlarut. Penambahan armada di sekitar Laut Natuna menjadi satu sikap yang layak ditampilkan. Negara ini berdaulat penuh atas perairannya, juga kekayaan laut yang terkandung didalamnya.
Laporan : Dinia Adrianjara - © viva.co.id