Diduga ada propaganda pemutar balikan fakta agar terkesan seolah olah Siyono itu terlihat suci dan untuk menguatkan persepsi masyarakat agar densus 88 harus dibubarkan.
SuaraNetizen.com - Kepolisian menepis rumor yang sempat beredar di masyarakat soal jenazah terduga teroris Siyono yang dikabarkan wangi, saat dibongkar untuk diautopsi.
Kepala Divisi Hubungan Masyrakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan mengatakan, hal tersebut tak masuk akal dan sengaja diembuskan, agar mengesankan yang bersangkutan tak bersalah dan suci.
"Ada juga berkembang masalah kurang rasional, mayatnya enggak bau. Padahal, mayat seperti biasa, enggak ada hal yang aneh. Ini ingin munculkan seolah-olah orang suci, bukan Densus suci, kebenaran enggak perlu tipu muslihat," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 5 April 2016.
"Padahal visum dari dokter (jenazah Siyono) bau. Tidak ada yang istimewa dan aneh. Ini hanya memunculkan mitos seolah dia orang suci dan diistimewakan," kata Anton di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (5/4/2016).
Jenazah terduga teroris Siyono dibongkar lagi untuk autopsi atas permintaan Muhammadiyah Yogyakarta, yang menjadi kuasa hukum keluarga Siyono atas tewasnya terduga teroris tersebut, setelah ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di Klaten, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa Siyono merupakan figur penting di Jamaah Islamiyah dan masuk dalam struktur organisasi garis keras tersebut.
Sementara itu, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kabusdokkes) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Arthur Tampi mengatakan bahwa jenazah teroris yang tewas tersebut sebagaimana mayat, bau saat diangkat.
"Hampir semua yang hadir pakai masker, dikubur pembusukan pasti ada bau," kata Arthur.
Bahkan, dia menambahkan, kondisi tubuh jenazah Siyono sudah tidak utuh lagi.
"Fakta dari foto yang kami dapatkan kemarin, itu soal kondisi jenazah. Kepala tinggal tengkorak dan daging membungkus sudah tidak ada. Bahkan, jaringan otak pun sudah enggak ada. Tiga sampai 5 hari jaringan otak sudah hancur. Poinnya, enggak ada yang kami tutupi," tuturnya. (asp)
© VIVA.co.id